Halaman

ahlan wa sahlan

Rabu, Oktober 12, 2011

Empat Ulat Kecil

Pagi..
Empat ulat kecil menari-nari di atas dedaunan
bersenandung menyambut hangat mentari
mengeja detik bersama-sama
mengumpulkan bekal kehidupan

siang..
Mentari tersenyum semakin lebar
empat ulat kecil terus bersenandung
berbagi daun
berbagi tawa
berbagi duka
terus mengeja detik
berlari mengejar sang waktu

sore..
mentari mulai lelah
ulat-ulat kecil semakin cepat mengeja detik
berkejaran dg mentari yg beranjak pulang
tak lg banyak canda
tak lg banyak tawa
ulat-ulat kecil semakin serius mengumpulkan bekal
semua dedaunan dilahap
semua demi mencapai asa

malam..
Mentari telah benar-benar pulang
kini tiba keempat ulat kecil berpisah
tangis kesedihan mengiringi
namun senyum kebahagiaan turut pula mewarnai
empat ulat kecil berjalan dg arah berbeda
memilih tempat ternyaman masing-masing
berselimutkan sutera
menimba ilmu kehidupan
menanti tumbuhnya sayap

fajar..
Semua merekah
ulat-ulat kecil telah memiliki sayap dg warna tersendiri
namun, akankah semua kembali?
Tuk merenda pagi bersama
meniti terik surya bersama
semoga..
Semoga empat ulat kecil bersayap,
ah..bukanlah ulat kecil lagi namanya,
tapi apapun itu, semoga mereka mampu
mampu mengeja detik bersama lagi..


sebentuk kerinduan untuk ketiga sahabatku, Sivi Budiananda Sholikhah, Istiqomah Nur Khumairoh, dan Tri Ratna Ningsih...

_MHd_

Kanvas Putih

Tanpa pikir panjang jemari ini menumpahkan tinta hitam
hingga kini percikan hitam menghias di hamparan kanvas putih

aku menyesal

ku ambil warna cerah
ku kuas perlahan menutupi percikan hitam di kanvas itu
biru muda
tetap saja terlihat bekas hitam disana

aku tak putus asa, ku ambil warna putih
perlahan jemari ini membimbing kuas menyapu warna hitam
sama saja
masih berbekas

apakah memang hitam tak bisa dihapus dengan warna cerah?
Aku tak mau kanvas putih itu hitam atau kelabu
aku ingin ia bersih atau setidaknya berwarna cerah

kini ku sadari
waktu tak mungkin kembali
sekarang semua harus kupikirkan dahulu

walau mungkin bisa kugoreskan warna cerah tuk menutupi hitam
tapi semua tak mungkin sirna sempurna
bekas bayangan pasti tersisa

tak ingin lagi ku tumpahkan hitam atau kelabu
tidak untuk ketiga kalinya


_MHd_

Klt 220811

Bocah Pengumpul Beras

Bocah Pengumpul Beras

belum sempat mentari bersinar
dua kaki kecil telah melangkah
menapaki jalanan ke sebuah pasar

sampai di pasar
kaki itu melangkah ke utara
menyusur diantara penjual beras
kedua matanya bagai bola mata elang
tajam menjelajah ke setiap sudut
memburu butir-butir putih yg terserak
kedua tangan mungilnya dg cekatan menghimpun buliran yg tertumpah
bulir demi bulir bagai detak jantungnya

ah..Bukankah seharusnya tangan itu memegang pena dan buku?
Bukankah seharusnya ia menghimpun ilmu?
Seperti kawan-kawannya,
belajar dan bermain

ingin ia menghampiri kawannya, bermain layang-layang
namun pedih terbayang adik dan ibu tlah menunggu dirumah
menunggu segenggam beras untuk ditanak

_Mhd_