Halaman

ahlan wa sahlan

Sabtu, Desember 31, 2011

Menjadi Sahabat yang Baik dengan Menjadi Pendengar yang Baik

Menjadi Sahabat yang Baik dengan Menjadi Pendengar yang Baik Pada tanggal 21 Oktober 2011 saya mengikuti sebuah pelatihan dan workshop dengan judul “Pelatihan Bimbingan Tutor Sebaya” yang diadakan oleh Unit Pelaksana Teknis Layanan Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Yogyakarta.

Saya mendapatkan banyak hal baru yang sangat bermanfaat dari acara tersebut. Hal yang paling berkesan adalah mengenai bagaimana menjadi seorang sahabat yang baik. Beginilah sedikit yang dapat saya sampaikan kembali dari acara tersebut: Pada umumnya sahabat diidentikkan dengan tempat curhat (curahan hati).
Sehingga untuk menjadi seorang sahabat yang baik dituntut adanya kemampuan untuk mendengarkan. Namun agaknya kemampuan untuk mendengarkan ini belum sepenuhnya dimiliki oleh setiap orang. Kebanyakan orang menuntut untuk didengar dan sedikit yang mau mendengarkan balik. Atau malah ada sebagian juga yang justru tergesa-gesa untuk mencari-cari kesalahan dari pencerita sebelum cerita rampung. Ini adalah kesalahan besar. Sesungguhnya bagi orang yang sedang dirundung masalah bukan nasehat yang utama ia butuhkan, namun yang paling utama ia butuhkan adalah seseorang yang mau mendengarkannya. Karena dengan cara menumpahkan segala beban di hati melalui cerita pada orang yang mau mendengarkan ia dapat sedikit mengurangi beban tersebut. Disinilah peran kita sebagai sahabat, kita harus mampu menjadi pendengar yang baik untuk sahabat kita. Ketika sahabat kita ingin berkeluh kesah pada kita hal yang sebaiknya dilakukan adalah,
1. Pastikan terlebih dahulu apakah kondisi kita memungkinkan untuk mendengarkan ceritanya, kalau kondisi kita tidak memungkinkan lebih baik secara jujur mengatakan bahwa kita tidak bisa mendengarkan sekarang karena jika kondisi kita tidak memungkiknkan untuk mendengar cerita (misal dalam keadaan sangat capek) tetapi dipaksakan mendengar maka emosi akan mudah tersulut dan malah membuat suasana semakin kacau.
2. Dengarkan semua keluh kesahnya, jangan dulu tergesa-gesa memotong dan men”judge” bahwa dia salah.
3. Jika semua cerit telah dipaparkan, tanyakan lagi masih adakah yang mau dicerikan, jika tidak maka lakukan konfirmasi tentang inti masalah yang ia ceritakan padanya, misal “Jadi permasalahnnya adalah kamu bimbang antara ….”
4. Setelah ia membenarkan masalah yang kita utarakan kembali, maka tunjukkan rasa simpati kita, misal “Aku tahu bagaimana rasanya …..” namun yang paling penting jangan sampai terlalu terbawa suasana. Agar dia tidak bertambah sedih.
5. Sekiranya kita punya solusi untuk masalahnya, maka utarakan setelah ia agak tenang. Namun jangan memakai perspektif diri kita, lebih baik mengambil keadaan umum. Jika belum ada solusi yang ditemukan maka yang perlu diingat adalah setidaknya kita telah membantunya sedikit mengurangi beban di hatinya. Yakinlah bahwa ia kini merasa sedikit lega dan lebih fresh untuk menghadapi masalahnya.

Klaten, 28 Desember 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar