Pekan lalu kau menyapaku lewat
sebuah pesan instan. Awalnya aku tak percaya dengan apa yang kau beritakan. Lama
aku meresapi kalimatmu. Hingga akhirnya senyum itu mengembang di bibirku.
Sahabatku, tak ada kata yang
mampu mewakili perasaanku saat itu. Sungguh, rasanya ingin berlari memelukmu
tuk ucapkan “Selamat”. Selamat, kini kau telah terlahir menjadi seorang istri. Tapi
apa daya, jarak tak mau banyak membantu.
Masih teringat jelas saat-saat
kita berangan dulu. Tulang rusuk siapa yang akan kita genapi. Kini, akhirnya
kau yang lebih dulu ditemukan pemilik tulang rusuk itu. Aku bahagia untukmu,
sahabatku.
Kau sendiri bagaimana? Mungkin itu
yang ada di benakmu. Tak perlu kau risau sahabatku, aku percaya ada satu nama
yang telah Dia tuliskan untukku. Entah dia yang sekarang menemaniku atau dia
yang belum pernah aku jumpai hingga detik ini. Semoga aku bisa menyusulmu
segera.
Sahabatku, berjalanlah dengan
langkahmu yang indah. Kau selalu menjadi teladan untukku. Teringat perkataanmu kala
itu. “Aku ingin bekerja di rumah agar bisa ngurus anak, Mi.”. Saat itu aku
malu. aku belum bisa berpikir sejauh itu. Aku masih egois, mengejar cita-cita
menjadi wanita mandiri. Perlahan aku mulai berpikir, wanita adalah madrasah
bagi putra-putrinya. Aku tak ingin kesuksesanku bersampingan dengan kegagalanku
merawat si kecil. Terima kasih untuk kalimatmu waktu itu.
Tak tau lagi harus kemana jemari
ini mengetuk tuts keyboard. Karena sungguh kebahagiaan ini membuatku tak mampu
berkata banyak. Sahabatku, selamat menempuh jalan hidup baru, bersama kekasih
halalmu di dunia. Semoga kebahagiaan selalu menghiasi bahtera yang kalian
bangun. J
Efi ~ Andhika
15102015
Dari sahabatmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar